Dunia pendidikan khususnya pendidikan menengah dasar kembali menampakkan aktifitasnya kembali. Setelah selama dua minggu libur kelulusan dan kenaikan kelas. Penerimaan siswa baru baru saja usai, mungkin saat tulisan ini dibuat masih ada beberapa sekolah yang masih mengadakan masa orientasi siswa (MOS). Jalan-jalan mulai dipenuhi para pengendara sepeda dan sepeda motor dengan seragam sekolah mereka yang sedang berangkat ke sekolah untuk mencari ilmu pengetahuan penuh suka cita.
Dalam penerimaan siswa baru kali ini ada kabar gembira khususnya dari Pemerintah Kota Yogyakarta yang mengeluarkan kebijakan mengenai kuota 25% di sekolah negeri bagi calon siswa pemegang KMS. Baik itu sekolah negeri yang masuk kategori unggulan ataupun yang non unggulan. Dengan adanya kebijakan ini diharapkan bagi para calon siswa yang memegang KMS bisa masuk sekolah negeri sesuai dengan harapannya. Dan kuota ini bebas masuk ke sekolah negeri manapun tanpa adanya batasan nilai terendah untuk masuk.
Berkaitan dengan kebijakan itu maka ada beberapa catatan yang harus tetap menjadi perhatian antara lain, pertama, ketika penetapan kuota ini tanpa ada dibarengi penetapan nilai terendah untuk masuk maka setiap siswa pemegang KMS bisa masuk ke sekolah negeri khususnya sekolah unggulan. Hal ini akan mengakibatkan terjadi ketimpangan yang sangat jauh antara siswa regular dan siswa KMS. Khusus bagi siswa KMS yang mempunyai nilai tidak bagus apakah bisa menyesuaikan dengan kondisi akademis lingkungan sekolahnya. Sehingga walaupun ada kuota bagi siswa KMS, tetap harus ada standarisasi nilai masuk khususnya di sekolah unggulan walaupun standarisasi ini harus tetap berbeda dengan siswa regular sehingga tidak terjadi ketimpangan yang terlalu jauh.
Kedua, mengenai pengadaan kelas. Apakah siswa regular digabung dengan siswa KMS. Kalau digabung antara siswa regular dan siswa KMS hal ini tidak begitu menjadi persoalan. Namun apabila kelasnya dibedakan antara kelas regular dan KMS maka akan timbul persoalan baru, khususnya persoalan psikologis. Permasalah psikologis yang utama adalah akan timbul perasaan minder di kelas KMS. Bahkan bisa jadi mereka akan jadi bahan cemoohan bagi kelas regular. Dengan pemisahan ini terkadang ada guru juga yang enggan mengajar di kelas KMS ini.
Walaupun masih ada kekurangan mengenai pelaksanaan kebijakan kuota 25 % untuk siswa KMS, kita wajib berbangga kepada Pemerintah Kota Jogjakarta yang telah membuka kesempatan kepada para siswa KMS untuk bisa masuk di sekolah negeri sesuai dengan harapan mereka. Masih banyak siswa KMS yang sebenarnya mereka pandai namun dikarenakan keterbatasan biaya untuk sekolah terpaksa mereka untuk sekolah padahal kemampuan untuk kesana mereka ada. Mudah-mudahan dengan adanya kebijakan ini para siswa KMS bisa memanfaatkan kesempatan emas ini. Salut untuk Pemerintah Kota Jogjakarta.
Dalam penerimaan siswa baru kali ini ada kabar gembira khususnya dari Pemerintah Kota Yogyakarta yang mengeluarkan kebijakan mengenai kuota 25% di sekolah negeri bagi calon siswa pemegang KMS. Baik itu sekolah negeri yang masuk kategori unggulan ataupun yang non unggulan. Dengan adanya kebijakan ini diharapkan bagi para calon siswa yang memegang KMS bisa masuk sekolah negeri sesuai dengan harapannya. Dan kuota ini bebas masuk ke sekolah negeri manapun tanpa adanya batasan nilai terendah untuk masuk.
Berkaitan dengan kebijakan itu maka ada beberapa catatan yang harus tetap menjadi perhatian antara lain, pertama, ketika penetapan kuota ini tanpa ada dibarengi penetapan nilai terendah untuk masuk maka setiap siswa pemegang KMS bisa masuk ke sekolah negeri khususnya sekolah unggulan. Hal ini akan mengakibatkan terjadi ketimpangan yang sangat jauh antara siswa regular dan siswa KMS. Khusus bagi siswa KMS yang mempunyai nilai tidak bagus apakah bisa menyesuaikan dengan kondisi akademis lingkungan sekolahnya. Sehingga walaupun ada kuota bagi siswa KMS, tetap harus ada standarisasi nilai masuk khususnya di sekolah unggulan walaupun standarisasi ini harus tetap berbeda dengan siswa regular sehingga tidak terjadi ketimpangan yang terlalu jauh.
Kedua, mengenai pengadaan kelas. Apakah siswa regular digabung dengan siswa KMS. Kalau digabung antara siswa regular dan siswa KMS hal ini tidak begitu menjadi persoalan. Namun apabila kelasnya dibedakan antara kelas regular dan KMS maka akan timbul persoalan baru, khususnya persoalan psikologis. Permasalah psikologis yang utama adalah akan timbul perasaan minder di kelas KMS. Bahkan bisa jadi mereka akan jadi bahan cemoohan bagi kelas regular. Dengan pemisahan ini terkadang ada guru juga yang enggan mengajar di kelas KMS ini.
Walaupun masih ada kekurangan mengenai pelaksanaan kebijakan kuota 25 % untuk siswa KMS, kita wajib berbangga kepada Pemerintah Kota Jogjakarta yang telah membuka kesempatan kepada para siswa KMS untuk bisa masuk di sekolah negeri sesuai dengan harapan mereka. Masih banyak siswa KMS yang sebenarnya mereka pandai namun dikarenakan keterbatasan biaya untuk sekolah terpaksa mereka untuk sekolah padahal kemampuan untuk kesana mereka ada. Mudah-mudahan dengan adanya kebijakan ini para siswa KMS bisa memanfaatkan kesempatan emas ini. Salut untuk Pemerintah Kota Jogjakarta.
Wah udah ditambah sekarang, kemarin berita yang saya dengar katanya cuma 10%?
ReplyDeleteyup....mudah-mudahan bisa membawa kemajuan dalam dunia pendidikan om
ReplyDelete